Pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) merupakan salah satu konflik bersenjata yang terjadi di Indonesia pada awal masa kemerdekaan. Konflik ini dipicu oleh ketidakpuasan sebagian kelompok terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak menerapkan syariat Islam secara penuh. Pemberontakan ini tidak hanya menjadi ujian bagi integrasi nasional tetapi juga mencerminkan konflik ideologi yang mendalam di masyarakat Indonesia saat itu.
Selain Pemberontakan DI/TII, sejarah Indonesia juga diwarnai oleh berbagai peristiwa penting lainnya seperti Deklarasi Bangkok yang menjadi awal dari pembentukan ASEAN, dan Supersemar yang mengantarkan Soeharto ke kursi kepresidenan. Peristiwa-peristiwa ini tidak hanya penting dari segi politik tetapi juga memiliki dampak yang luas terhadap perkembangan ideologi di Indonesia.
Kedatangan bangsa Eropa ke Indonesia juga membawa perubahan besar, tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi juga dalam struktur sosial dan politik. Penjajahan Jepang yang singkat namun intensif juga meninggalkan bekas yang dalam, termasuk dalam hal mobilisasi massa dan nasionalisme.
Soekarno, sebagai proklamator kemerdekaan, memperkenalkan Pancasila sebagai dasar negara yang diharapkan dapat mempersatukan berbagai kelompok dan ideologi yang ada di Indonesia. Namun, upaya ini tidak selalu berjalan mulus, seperti yang terlihat dalam Kerusuhan Mei 98 dan Peristiwa Malari yang menunjukkan masih adanya ketegangan sosial dan politik.
Serangan Umum 1 Maret dan Peristiwa Merah Putih adalah contoh lain dari bagaimana perjuangan dan konflik terus membentuk Indonesia. Peristiwa-peristiwa ini, bersama dengan Pemberontakan DI/TII, mengingatkan kita akan kompleksitas sejarah Indonesia dan pentingnya memahami akar konflik untuk membangun masa depan yang lebih baik.